Senin, 23 September 2013

Perlunya Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Sampah yang semakin bertambah tiap tahunnya
menjadi permasalahan kita bersama.
JePe - Surabaya. Di Indonesia volume sampah mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Kementerian Lingkungan Hidup mencatat pada tahun 2012 rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2 kg per orang per hari. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diperkirakan berapa banyak volume sampah yang dihasilkan oleh suatu kota setiap hari dengan mengalikan jumlah penduduknya dengan 2 kg per orang per hari (Viva News, 2012).
Kementerian Lingkungan Hidup (2012) menyatakan bahwa volume sampah dalam tiga tahun terakhir menunjukkan trend naik secara signifikan. Volume sampah pada tahun 2010 ada 200.000 ton/hari dan pada tahun 2012 ada 490.000 ton per hari atau total 178.850.000 ton setahun. Dari total sampah tersebut lebih dari 50% adalah sampah rumah tangga (Viva News, 2012).
Sampah rumah tangga yang jumlahnya lebih dari 50% total sampah ternyata belum ditangani dengan baik. Baru sekitar 24,5% sampah rumah tangga di Indonesia yang ditangani dengan metode yang benar yaitu diangkut oleh petugas kebersihan dan dikomposkan. Sisanya (75,5%) belum ditangani dengan baik. Fakta itu ditunjukkan oleh data RISKESDAS 2010 yang menyatakan bahwa rumah tangga di Indonesia umumnya menerapkan 6 metode penanganan sampah, yaitu: 1) diangkut oleh petugas kebersihan (23,4%), 2) dikubur dalam tanah (4,2%), 3) dikomposkan (1,1%), 4) dibakar (52,1%), 5) dibuang di selokan/sungai/laut (10,2%) dan 6) dibuang sembarangan (9%) (Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, 2012).
Fakta penanganan sampah tersebut di atas juga menunjukkan perilaku masyarakat yang belum mempedulikan sampah rumah tangganya. Perilaku sosial tersebut diprediksi berasal dari persepsi masyarakat yang menganggap sampah sebagai barang kotor, tidak berharga, tidak bermanfaat, dan tidak mempunyai nilai ekonomi. Persepsi tersebut mendorong masyarakat untuk mencari cara yang paling mudah dan murah dalam menangani sampah rumah tangganya yaitu dengan membuang atau membakarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran sampah di tempat terbuka akan menghasilkan gas beracun serta dioxin yang berasal dari proses pembakaran plastik dan bahan beracun lain yang ada di dalam sampah. Keberadaan gas beracun tersebut akan menambah polusi udara (Damanhuri dan Padmi, 2010). Terkait hal ini UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah membuat larangan bagi setiap orang untuk membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Namun nampaknya masyarakat belum mendapat sosialisasi yang baik tentang pelarangan tersebut, sehingga perilaku membakar sampah di tempat terbuka masih terus dilakukan masyarakat.
Selama ini ada anggapan bahwa sampah hanya menimbulkan dampak pemanasan global jika dibakar. Berdasarkan hasil penelitian anggapan tersebut tidak 100% benar. Sampah yang dibuang begitu saja ternyata juga berkontribusi dalam mempercepat pemanasan global karena sampah menghasilkan gas metan (CH4). Rata-rata tiap satu ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan. Gas metan itu sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2. Gas metan berada di atmosfer dalam jangka waktu sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3° Celsius per tahun (Norma Rahmawati, 2012).
Persoalan sampah merupakan persoalan serius yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh timbulan sampah pada tanah, air maupun udara yang merupakan komponen abiotik dalam ekosistem akan berdampak negatif pada kehidupan organisme dalam ekosistem, termasuk manusia sebagai bagian dari ekosistem. Jika organisme dalam ekosistem tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi ekosistem yang terpolusi, organisme dapat punah dan kepunahannya tersebut dapat menganggu kestabilan ekosistem. Rusaknya kondisi ekosistem itu pada akhirnya akan mengancam keselamatan organisme lain dalam ekosistem, termasuk keselamatan manusia (Chiras, 2009).
Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup sehingga menetapkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sejak Januari 2012 dikampanyekan gerakan Indonesia “Bersih, Asri, Indah (Berseri)” yang mensosialisasikan pengurangan sampah mandiri menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Namun sayangnya gerakan tersebut tidak berjalan baik karena kurangnya sosialisasi pada masyarakat (Antara News, 2012).
          Berdasarkan fakta-fakta di atas disimpulkan bahwa permasalahan sampah di Indonesia merupakan permasalahan nasional yang berdampak serius pada kehidupan masyarakat dan kondisi lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan implementasi UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Untuk itu pemerintah dan masyarakat perlu bekerjasama sesuai peran dan fungsi masing-masing agar dapat mengatasi persoalan sampah, sehingga kita dapat hidup lebih nyaman di lingkungan yang bersih dan sehat. (art)

Sumber : http://green.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar